Rabu, 07 Mei 2008

Magazines

Pertama kali, pada tahun 1731 The Gentleman’s Magazine diterbitkan oleh Edward Cave di Inggris. Berisi essai, cerita, puisi, komentar politik. Tutup pada tahun 1914. diakui sebagai majalah modern pertama. Pada tahun 1871 surat kabar mulai mencetak gambar (menggunakan halftones). Tahun 1890an klub sepakbola meluncurkan majalah. Selanjutya kami lebih membahas majalah di Indonesia karena mempunyai arti yang sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan dan perjuangan-perjuangan lainnya.

Pada awal abad 20, muncul organisasi pergerakan kemerdekaan seperti Boedi Oetomo, Sarekat Islam dan Indische Partij. Mereka butuh corong untuk menyampaikan program organisasi. Boedi Oetomo menerbitkan Majalah Retno Doemilah dalam bahasa Melayu Jawa, dan Soeara Goeroe. Tahun 1907 di Bandung terbit Majalah Medan Prijaji yang dipimpin RM Tirtoadisoerjo, yang sebelumnya menerbitkan Majalah Soenda Berita.





Di masa-masa itulah terbit banyak majalah, yang kebanyakan isunya mengenai pergerakan kemerdekaan. Akhir 1910, Douwes Dekker menerbitkan majalah dwi mingguan Het Tijdschrift yang sangat radikal pembahasan politiknya dengan menyerukan aksi melawan kolonial. RM Soewardi Soerjaningrat mendirikan Hindia Poetra, memakai bahasa pengantar Belanda. Majalah ini berubah menjadi Indonesia Merdeka, yang kemudian terbit dalam dua bahasa. Peredarannya sangat luas, hingga ke Jerman, India, Mesir, Malaya, dan Prancis. Pembacanya mulai dari guru, kalangan swasta, mahasiswa, pejabat belanda dan Indonesia, redaksi surat kabar, dan sebagainya. Lalu, muncul pula Majalah Weekblad Sin Po tahun 1923 yang merupakan terbitan grup Sin Po. Di majalah mingguan ini pula naskah lagu Indonesia Raya ciptaan WR Supratman untuk pertama kalinya dimunculkan.



Tercatat, hinggga tahun 1920-an, sudah ada 127 majalah dan surat kabar. Setelah era ini, masih ada lagi majalah tri wulanan De Chineesche Revue (1927), Timboel (membahas soal budaya, tahun 1930-an), hingga Pedoman Masjarakat yang terbit di Medan (diasuh HAMKA), serta Pandji Islam. Dari segi bisnis, disebutkan bahwa mutu kebanyakan majalah masih amat rendah, mengingat situasi yang tak memungkinkan perolehan iklan waktu itu.Memasuki masa kemerdekaan, terbit Majalah Pantja Raja (Desember 1945), Menara Merdeka di Ternate, dan Pedoman, majalah tengah bulanan. Yang terakhir disebut ini merupakan majalah stensilan, berisi suara kaum Republiken menentang Belanda. Ada pula Majalah Pesat yang didirikan Sajuti Melik dan terbit di Jogyakarta.



Selama lebih sepuluh tahun pasca kemerdekaan (1950-an), tercatat jumlah mingguan dan majalah berkala yang beredar sebanyak 226 judul, sementara surat kabar berbahasa Indonesia 67 judul, bahasa Belanda 11 judul, dan Cina 15 judul.



Perkembangan dan petumbuhan majalah, dekade pasca 1970-an semakin unik dan canggih. Majalah mulai menuju spesifikasi. Penerbitan majalah lambat laun mengubah dirinya menjadi bagian dari bisnis pers. Perubahan tersebut dilakukan antara lain dengan membuat pembahasan isi yang lebih mendalam daripada koran. Mereka pun melengkapi diri dengan gambar sampul yang berwarna, sejalan dengan memasyarakatnya teknologi cetak offset warna. Karyawan termasuk reporternya mulai mengikuti sebagaimana layaknya sebuah perusahaan.



Majalah Tempo merupakan salah satu contoh majalah berita mingguan yang tumbuh dan berkembang pesat.Beberapa majalah juga mengambil segmentasi yang lebih spesifik dan sempat populer, antara lain Aktuil, yang mengambil jalur musik dan seni. Mulai pula muncul majalah di bidang interior, otomotif, kedirgantaraan, manajemen, bisnis, komputer, dan sebagainya, di luar segmentasi yang berdasarkan jenis kelamin dan usia.



Jurnalisme muckcracking, yang pada awal perkembangannya banyak mengungkap skandal-skandal besar seperti korupsi, pelanggaran hak asasi, dan sebagainya, di dalam negeri lebih dikenal dengan sebutan jurnalisme investigasi atau istilah lunak lainnya, indepth reporting (reportase mendalam). Pers cetak yang dikenal luas sebagai pengusung jurnalisme ini adalah koran Indonesia Raya yang dipimpin Mochtar Lubis. Koran ini sempat dibredel tujuh kali hingga akhirnya dihentikan penerbitannya tahun 1974.



Majalah Tempo sebelum bredel 1994 beberapa kali pernah menuliskan laporan yang bersifat investigasi, antara lain tentang kerusuhan Tanjungpriok, pembelian kapal bekas RI dari Jerman, dan lainnya. Peliputan investigatif mulai dipakai wartawan secara serius pada dekade 1990-an.Masuknya negara-negara dunia ke dalam era globalisasi memberi pemgaruh signifikan dengan penerbitan majalah di Indonesia. Pihak asing mulai tertarik menanamkan modalnya di bidang pers, sebaliknya pengusaha dalam negeri berkesempatan mencari lahan media asing untuk dapat diterbitkan dengan gaya lokal.



Era digital dan munculnya internet mempengaruhi majalah dalam menampilkan isinya maupun proses pengolahan berita mereka. Secara isi, banyak majalah kini tampil secara online untuk dibaca publik. Gatra dapat disebut sebagai salah satu yang mempelopori, yakni dengan Gatra Information Service (GIS) tahun 1995. Saat ini, hampir tiap majalah memiliki versi online. Beberapa menampilkan layanan interaktif seperti polling, yang tidak dimuat dalam versi cetaknya. Umumnya, majalah online juga menampilkan berita-berita terkini, baik yang dikutip dari kantor berita lain ataupun yang diliput oleh reporternya sendiri seperti Tempo News Room.



Sedangkan proses peliputan berita hingga sampai ke redaksi dan tata letak juga mengalami perubahan. Sekita tahun 1995, wartawan mulai mengenal pengiriman naskah secara elektronik, yang dilakukan oleh beberapa media besar. Tahun-tahun selanjutnya, baik naskah maupun gambar mulai kerap dikirim dari lapangan dengan bantuan e-mail, telepon seluler, kamera digital, atau penerima foto digital lewat satelit.
Referensi : Internet (duamata.blogspot.com)

Books


Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini dikenal pula istilah e-book (buku elektronik), yang mengandalkan komputer dan internet (jika aksesnya online).
Ada berbagai sumber yang menguak sejarah tentang buku. Buku pertama disebutkan lahir di Mesir pada tahun 2400-an SM setelah orang Mesir menciptakan kertas papirus. Kertas papirus yang berisi tulisan ini digulung dan gulungan tersebut merupakan bentuk buku yang pertama. Ada pula yang mengatakan buku sudah ada sejak zaman Sang Budha di Kamboja karena pada saat itu Sang Budha menuliskan wahyunya di atas daun dan kemudian membacanya berulang-ulang. Berabad-abad kemudian di Cina, para cendekiawan menuliskan ilmu-ilmunya di atas lidi yang diikatkan menjadi satu. Hal tersebut mempengaruhi sistem penulisan di Cina di mana huruf-huruf Cina dituliskan secara vertikal yaitu dari atas ke bawah.

Buku yang terbuat dari kertas baru ada setelah Cina berhasil menciptakan kertas pada tahun 200-an SM. Kertas membawa banyak perubahan pada dunia. Pedagang muslim membawa teknologi penciptaan kertas dari Cina ke Eropa pada awal abad 11 Masehi. Disinilah industri kertas bertambah maju. Kertas yang ringan dan dapat bertahan lama dikumpulkan menjadi satu dan terciptalah buku.

Pada abad pertengahan di Eropa telah ditemukan mesin cetak sederhana. Mesin ini memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk memproduksi sebuah buku. Saat itu buku adalah barang langka, sampai-sampai buku-buku di perpustakaan dirantai dan dikunci dengan gembok.
Perubahan berarti terjadi saat mesin uap ditemukan. Mesin cetak menjadi lebih besar kapasitasnya, tetapi masih jauh dibandingkan jaman modern ini.

Di jaman sekarang, buku merupakan barang yang sangat mudah ditemui. Manusia kemudian terus berinovasi dan menciptakan buku digital (seiring dengan perkembangan dunia digital). Ada perusahaan-perusahaan tertentu di Eropa yang memulai misi untuk mendigitalkan semua buku yang ada di dunia dan membuat perpustakaan digital terbesar di dunia. Sony telah membuat alat yang diberi nama E-Book yang berguna untuk membaca buku-buku digital.


Referensi : Internet (wikipedia)